Saturday, July 19, 2014

Reksadana Saham: Gerbang Belajar Investasi Saham

Sebenarnya saya baru serius belajar investasi & trading saham yaitu dengan mempelajari analisa fundamental dan tehnikal baru di  akhir tahun 2013. Padahal saya sudah menjadi nasabah sekuritas sejak akhir 2010 dan selama itu saya melakukan jual beli saham hanya melalui broker dan belum belajar online trading. 

Awal mula saya menjadi nasabah sekuritas adalah karena pertemuan di lift Sudirman Tower dengan teman lama pas hunting foto di Tokyo saya pernah nebeng menginap di rumah keluarga beliau, yaitu Pak Bedie Roesnadi yang saat itu sudah di BNI Securities. Saya merasa menemukan pintu masuk hal yang sudah lama saya inginkan tapi tidak tahu caranya. Investasi Saham di Pasar Modal Indonesia !

Dari tahun 2004 saya sudah tertarik dengan dunia pasar modal. Pekerjaan saya sebagai associate di bidang corporate law and commercial litigation membuat saya bersinggungan dengan dunia pasar modal. Pertama kali saya beli reksadana adalah reksadana syariah di Commonwealth Bank, lalu reksadana campuran di HSBC. Semua saya jual di tahun 2006 dan pada bulan November 2007 saya beli 2 produk reksadana saham di HSBC lagi. Cukup deg-degan karena pada saat saya beli kedua produk reksadana saham tersebut (Fortis (sekarang BNP Paribas) Infrastruktur Plus dan Schroeder Dana Prestasi Plus ("SDPP"), NAB yang saya beli cukup tinggi karena memang pada bulan tersebut IHSG cukup tinggi. Mana dana yang saya gunakan adalah hasil konversi tabungan mata uang Euro dan US$ yang mana saat itu Rupiah cukup stabil. Selama saya memegang kedua produk reksadana saham tersebut, jarang sekali posisi NAB saya bertambah, bahkan cenderung turun. Dan saya hanya bisa memantaunya melalui internet banking HSBC. Kesalahan saya adalah saya membeli produk reksadana saham Fortis Infrastruktur Plus yang baru saja launching dan belum terbukti kinerjanya karena melihat nilai NABnya cukup murah saat itu. Padahal sebenarnya itu tidak penting, yang terpenting adalah pertumbuhan kinerja dari produk reksadana saham itu sendiri. 

Lalu datanglah krisis 2008 dimana IHSG jatuh sejatuh-jatuhnya. Saat itu saya cuma bisa melongo melihat kedua reksadana saham saya nilainya berkurang lebih dari 50%. Puncak kegalauan adalah ketika terjadi bom hotel JW Marriott di tahun 2009, akhirnya saya memutuskan cut loss Fortis Infrastruktur Plus dengan kerugian 35% dari nilai investasi. Keputusan emosional dan disesalkan karena beberapa bulan kemudian IHSG stabil dan nilai NAB reksadana saham kembali naik. Pelajaran mahal, bahwa seturun-turunnya nilai investasi kita dalam bentuk saham atau reksadana, selama dananya tidak dibutuhkan, mendingan didiamkan sampai nanti di suatu waktu nilai NABnya naik lagi. 

Dan benar saja, titik awal kenaikan IHSG adalah sekitar tahun 2009...kita bisa lihat di chart di bawah ini:


Kelemahan investasi reksadana saham adalah kita tidak bisa memantau pergerakan nilai NAB dalam bentuk chart karena hampir tidak ada Fund Manager atau Manajer Investasi yang menyediakan fasilitas demikian. Kita hanya bisa memantau pergerakan nilai dari koran harian Bisnis Indonesia atau Investor Daily atau laporan kinerja pertumbuhan reksadana saham setiap bulannya yang dikirim oleh Fund Manager yang mengeluarkan produk reksadana tersebut. Selain itu investasi reksadana saham tidak dilindungi oleh Pemerintah melalui Indonesia Securities Investor Protection Fund (SIPF) Nama kita sebagi pemegang reksadana saham tidak tercantum di dalam Biro Administrasi Efek dan tidak mempunyai hak sebagai investor pemegang saham. Hal ini karena pemegang reksadana saham dianggap investor tidak langsung dan ini berlaku juga untuk produk reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap dan reksadana campuran (saham dan obligasi). 

Berdasarkan pengalaman saya pribadi, jika anda tertarik berinvestasi produk reksadana saham, maka hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Baca terlebih dahulu prospektus produk reksadana saham, apa saja saham-saham yang dipilih oleh Fund Manager sebagai investasi produk reksadana saham.
2. Periksa kredibilitas Fund Manager yang mengeluarkan produk reksadana saham tersebut.
3. Cari tahu profil dan kinerja produk reksadana saham yang akan dibeli dari tahun ke tahun.
4. Jangan terpengaruh dengan nilai NAB dari produk reksadana saham. Bandingkan nilai NAB pada saat launching dengan NAB pada saat akan dibeli, apakah ada kenaikan yang baik.
5. Perhatikan pergerakan IHSG pada saat membeli produk reksadana saham. Biasanya naik turunnya nilai NAB sensitif dengan pergerakan IHSG. 
6. Dan tak lupa tanya berapa subscription fee, administration fee dan redemption fee. Karena apabila kita investasi saham langsung, biaya yang kita keluarkan hanyak biaya beli antara 0.15-0.25 dan biaya jual 0.25-0.35 dari nilai saham yang dibeli. Tidak ada biaya lain-lain sebagai nasabah sekuritas selain itu.

Salah satu kenapa saya membuat blog ini adalah saya ingin menebus sesuatu dimana saya tidak pernah mendapatkannya di masa lalu. Tidak ada seorang pun yang memberitahu jalan ke Roma untuk memulai investasi saham. Pernah tahun 2008 awal teman saya bilang datangi saja sekuritas V tapi sudah sampai situ aja. 

Untung saja suami saya pada bulan Oktober 2013 menyatakan keinginannya berinvestasi dan tidak tahu mau investasi apa. Ketika dia bilang mau investasi reksadana saham, saya bilang kenapa tidak menjadi investor saham langsung saja toh dia sudah menjadi nasabah sekuritas sejak Desember 2011. Suami saya kemudian diam-dam serius belajar investasi saham sendiri dan ketika kembali ke Jakarta akhir Desember 2013, dia memberikan kata kunci untuk saya memulai belajar saham. Semenjak itu saya ngebut belajar investasi saham baik analisa fundamental dan tehnikal, siang dan malam. Ditambah saya menjadi nasabah Mandiri Sekuritas dimana banyak memberikan training edukasi kepada nasabahnya, mengikuti IDX Investor Club dan juga Sekolah Pasar Modal.

Semoga blog saya ini bisa menjadi jalan tol bagi ibu-ibu yang mau belajar investasi saham dan mau meluangkan waktunya untuk belajar investasi saham. Investasi waktu untuk belajar investasi saham tidak akan sia-sia. Suatu saat pasti berguna. Percaya deh sama saya. Apalagi sekarang Pasar Modal Indonesia sudah sangat didukung dengan perangkat aturan hukum pasar modal yang baik, kemudian ada Rekening Dana Investor yang terpisah dengan Sekuritas, ada KSEI, KPEI dan Indonesia SIPF. Dan yang terpenting lagi ada Otoritas Jasa Keuangan yang menggantikan peran Bapepam untuk bersama-sama dengan BEI melindungi kepentingan investor pasar modal Indonesia. Belum lagi kecanggihan online trading yang tidak hanya bisa diakses melalui laptop/desktop pc tapi juga dengan smartphone berbasis android atau iOS (iphone). Sayang sekali kalau dilewatkan.  Tak kenal maka tak sayang lho.

Jakarta, 19 Juli 2014

ps: 

Berikut harga reksadana yang tembus rekor tertinggi sejak terbit (per 16 Juli 2014):

Produk Reksadana NAB/unit Return year to date (ytd)
Rencana Cerdas: 12.810,54 28,80%
Dana Pratama Ekuitas : 8.757,40 43,30%
BNP Paribas Infrastruktur Plus : 3.082,57 28,69%
Pratama Equity : 2.138,00 36,29%
SAM Indonesia Equity Fund : 2.090,26 26,46%
NISP Indeks Saham Progresif : 1.943,51 30,21%
HP AM Ultima Ekuitas I : 1.914,46 27,16%
BNP Paribas Maxi Saham : 1.796,02 7,47%
Schroder Dana Prestasi Dinamis : 1.396,78 25,04%
Ashmore Dana Progresif Nusantara: 1.379,0129,25%


http://investasi.kontan.co.id/news/saham-naik-harga-reksadana-capai-puncak

No comments:

Post a Comment